Selasa, 23 Februari 2010

Ponyo on the Cliff by the Sea – Ikan ingin menjadi manusia



Judul asli: Gake no Ue no Ponyo
Sutradara: Hayao Miyazaki
Produksi: Studio Ghibli ( 2008 )
“Ponyo, Ningen ni naritai – Ponyo, ingin jadi manusia”
Inilah film anime terbaru studio Ghibli karya ke sembilan sutradara animasi terkenal Jepang, Hayao Miyazaki. Setelah sukses secara komersial dengan karya sebelumnya Howl’s Moving Castle yang banyak mendapat kritikan, kali ini Miyazaki menampilkan sebuah kisah fantasi perjuangan seekor ikan mas kecil yang ingin menjadi manusia.

Seekor ikan mas yang terperangkap didalam botol bekas sampah di laut diselamatkan oleh Sosuke, seorang bocah berusia 5 tahun yang tinggal bersama ibu (tiri?)nya yang bernama Lisa (atau Risa). Oleh Sosuke, ikan mas itu diberi nama Ponyo (baca: Po-Nyo). Tanpa sengaja Ponyo merasakan darah manusia setelah menjilat luka di jari Sosuke. Setelah bergaul dengan Sosuke beberapa lama, timbul keinginan Ponyo untuk menjadi manusia. Ditunjang dengan magic yang dimilikinya dan darah manusia yang pernah dicicipinya, Ponyo mulai dapat menumbuhkan kaki dan tangan seperti manusia.

Tentu saja usaha Ponyo yang ingin menjadi manusia tidak berlangsung mulus begitu saja. Fujimoto, seorang mantan manusia yang telah berubah menjadi pemelihara kelestarian laut berusaha menghalanginya. Bagi Fujimoto, manusia tidak lebih dari makhluk menjijikan yang merusak kehidupan laut dan mengotori segala isinya dengan sampah.

Seperti karya-karya animasi sebelumnya, Miyazaki kali ini juga mengangkat isu lingkungan terutama laut dan habitatnya dalam film terbarunya ini. Miyazaki kembali ke gaya lamanya yaitu membuat anime fantasi bergaya cerita sederhana dengan banyak bahasa visual, seperti yang pernah dilakukan ketika membuat karya legendarisnya yaitu My Neighbor Totoro. Menurut kabar, Miyazaki turun tangan menggambar sendiri konsep gambar laut beserta ombaknya untuk menciptakan gaya lautan yang unik.

Dengan gaya cerita sederhana dan mudah dipahami seperti ini, Ponyo banyak menarik minat dari anak-anak kecil hingga orang dewasa untuk menontonnya. Walaupun ide ceritanya sederhana, makna mendalam dapat dirasakan oleh orang yang ingin memikirkan tentang konsep manusia itu sendiri. Lihatlah tokoh Fujimoto yang mantan manusia tetapi berbalik benci terhadap manusia. Juga tokoh-tokoh nenek tua yang tinggal dipanti jompo.

Sungguh tidak adil ketika beberapa kritikus barat yang membandingkan bahwa karya Miyazaki ini mencontek Little Mermaid. Bagi saya sendiri, hal ini sama saja dengan 7 not musik yang jika dibawakan dengan urutan dan irama berbeda dapat menghasilkan lagu berbeda. Saya pribadi memandang Little Mermaid lebih banyak bermain dalam cerita tentang romantisme percintaan manusia (hubungan pria-wanita).

Perbandingan dengan karya Hayao Miyazaki sebelumnya: Lebih bagus daripada Howl’s Moving Castle, setaraf dengan My Neighbor Totoro, tetapi sedikit masih dibawah Laputa: Castle in the Sky dan Spirited Away.

sumber : http://yusahrizal.wordpress.com/category/resensi-anime/page/2/

0 komentar:

Posting Komentar

Followers

A Day Dreaming... © 2008 Template by:
SkinCorner